III. PENULISAN KATA
A.
Kata Dasar
Kata yang berupa
kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
B.
Kata Turunan
1.
Imbuhan (awalan,
sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
2.
Jika bentuk dasar
berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang
langsung mengikuti atau mendahuluinya. (Lihat juga keterangan tentang tanda
hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.)
3.
Jika bentuk dasar
yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan
kata itu ditulis serangkai. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V,
Pasal E, Ayat 5.)
4.
Jika salah satu
unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis
serangkai.
C.
Kata Ulang
Bentuk ulang
ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.
D.
Gabungan Kata
1.
Gabungan kata yang
lazim disebuta kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-unsurnya ditulis
terpisah.
2.
Gabungan kata,
termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian dapat
ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian unsur yang bersangkutan.
3.
Gabungan kata
berikut ditulis serangkai.
E.
Kata Ganti -ku-, kau-, -mu, dan –nya
Kata ganti ku dan
kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; -ku-, -mu, dan -nya
ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
F.
Kata Depan di, ke, dan dari
Kata depan di, ke,
dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali di dalam
gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan
daripada. (Lihat juga Bab III, Pasal D, Ayat 3.)
G.
Kata Si dan Sang
Kata si dan sang
ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
H.
Partikel
1.
Partikel -lah,
-kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
2.
Partikel pun
ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
3.
Partikel per yang
berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’ ditulis terpisah dari bagian kalimat yang
mendahului atau mengikutinya.
I.
Singkatan dan Akronim
1.
Singkatan ialah
bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih.
a.
Singkatan nama
orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat diikuti dengan tanda titik.
b.
Singkatan nama
resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama
dokumentasi resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf
kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
c.
Singkatan umum yang
terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik.
d.
Lambang kimia,
singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda
titik.
2.
Akronim kimia, singkatan
satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik.
a.
Akronim nama diri
yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf
kapital.
b.
Akronim nama diri
yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret
kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital.
c.
Akronim yang bukan
nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan
kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
J.
Angka dan Lambang
1.
Angka dipakai untuk
menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka
Arab atau angka Romawi.
Angka Arab : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
Angka Romawi :
I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C (100), D (500), M (1000), V
(5.000), M (1.000.000)
Pemakaiannya diatur lebih lanjut dalam pasal-pasal yang
berikut ini.
2.
Angka digunakan
untuk menyatakan (i) ukuran panjagng, berat, luas, dan isi, (ii) satuan waktu,
(iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas.
3.
Angka lazim dipakai
untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada alamat.
4.
Angka digunakan
juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
5.
Penulisan lambang
bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut.
a.
Bilangan utuh
Misalnya:
Dua belas 12
Dua puluh dua 22
Dua ratus dua puluh dua 222
b.
Bilangan pecahan
Misalnya:
Setengah ½
Tiga perempat ¾
Seperenam belas 1/16
Tiga dua pertiga 3 2/3
Seperseratus 1/100
Satu persen 1 %
Satu permil 1‰
Satu dua persepuluh 1,2
6.
Penulisan lambang
bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara berikut.
Misalnya:
Paku Buwono X; pada awal abad XX; dalamkehidupan abad
ke-20 ini; lihan Bab II; Pasal 5; dalam bab ke-2 buku itu; di daerah tingkat II
itu; di tingkat kedua gedung itu; di tingkat ke-2 itu; kantor di tingkat II itu.
7.
Penulisan lambang
bilangan yang mendapat akhiran -an mengikuti cara yang berikut. (Lihat juga
keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.)
Misalnya:
tahun ’50-an atau
tahun lima puluhan
uang 5000-an atau
uang lima ribuan
lima uang 1.000-an atau
lima uang seribuan
8.
Lambang bilangan
yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf, kecuali
jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam
perincian dan pemaparan.
9.
Lambang bilangan
pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah
sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak
terdapat pada awal kalimat.
10. Angka yang menunjukkan bilangan utuh secara besar dapat
dieja
11. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf
sekaligus dalam teks, kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.
12. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf,
penulisannya harus tepat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar