25 Desember 2012

Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (Bag. III)


III. PENULISAN KATA
A.    Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
B.     Kata Turunan
1.      Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
2.      Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.)
3.      Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.)
4.      Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai.
C.    Kata Ulang
Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.
D.    Gabungan Kata
1.      Gabungan kata yang lazim disebuta kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-unsurnya ditulis terpisah.
2.      Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian unsur yang bersangkutan.
3.      Gabungan kata berikut ditulis serangkai.
E.     Kata Ganti -ku-, kau-, -mu, dan –nya
Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; -ku-, -mu, dan -nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
F.     Kata Depan di, ke, dan dari
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada. (Lihat juga Bab III, Pasal D, Ayat 3.)
G.    Kata Si dan Sang
Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
H.    Partikel
1.      Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
2.      Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
3.      Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’ ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya.
I.       Singkatan dan Akronim
1.      Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih.
a.       Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat diikuti dengan tanda titik.
b.      Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumentasi resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
c.       Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik.
d.      Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik.
2.      Akronim kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik.
a.       Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf kapital.
b.      Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital.
c.       Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
J.      Angka dan Lambang
1.      Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.
Angka Arab          : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
Angka Romawi     : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C (100), D (500), M (1000), V (5.000), M (1.000.000)
Pemakaiannya diatur lebih lanjut dalam pasal-pasal yang berikut ini.
2.      Angka digunakan untuk menyatakan (i) ukuran panjagng, berat, luas, dan isi, (ii) satuan waktu, (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas.
3.      Angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada alamat.
4.      Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
5.      Penulisan lambang bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut.
a.       Bilangan utuh
Misalnya:
Dua belas                                12
Dua puluh dua                        22
Dua ratus dua puluh dua         222
b.      Bilangan pecahan
Misalnya:
Setengah                     ½
Tiga perempat             ¾
Seperenam belas          1/16
Tiga dua pertiga          3 2/3
Seperseratus                1/100
Satu persen                  1 %
Satu permil                  1‰
Satu dua persepuluh    1,2
6.      Penulisan lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara berikut.
Misalnya:
Paku Buwono X; pada awal abad XX; dalamkehidupan abad ke-20 ini; lihan Bab II; Pasal 5; dalam bab ke-2 buku itu; di daerah tingkat II itu; di tingkat kedua gedung itu; di tingkat ke-2 itu; kantor di tingkat II itu.
7.      Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran -an mengikuti cara yang berikut. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.)
Misalnya:
tahun ’50-an                atau tahun lima puluhan
uang 5000-an              atau uang lima ribuan
lima uang 1.000-an      atau lima uang seribuan
8.      Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf, kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian dan pemaparan.
9.      Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat.
10.  Angka yang menunjukkan bilangan utuh secara besar dapat dieja
11.  Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks, kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.
12.  Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat.

Sumber: http://badanbahasa.kemdiknas.go.id/lamanbahasa/sites/default/files/pedoman_umum-ejaan_yang_disempurnakan.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar