25 Desember 2012

Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (Bag. V)


V. PEMAKAIAN TANDA BACA
A.    Tanda Titik (.)
1.      Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
2.      Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
3.      Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu.
4.      Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu.
5.      Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru, dan tempat terbit.
6.      a. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
b. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah.
7.      Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
8.      Tanda titik tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal surat atau (2) nama dan alamat surat.
B.     Tanda Koma (,)
1.      Tanda koma dipakai diantara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
2.      Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara  yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi, atau melainkan.
3.      a. Tanda koma  dipakai untuk memisahkan  anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya.
b. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya.
4.      Tanda koma  dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat  pada awal kalimat.  Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi.
5.      Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata lain yang terdapat di dalam kalimat.
6.      Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat. (Lihat juga pemakaian tanda petik, Bab V, Pasal L dan M.)
7.      Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii) tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
8.      Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
9.      Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.
10.  Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
11.  Tanda koma dipakai di muka angka persepuluh atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.
12.  Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi. (Lihat juga pemakaian tanda pisah, Bab V, Pasal F.)
13.  Tanda koma dapat dipakai untuk menghindari salah baca di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
14.  Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langung itu berakhir dengan tanda tanya atau seru.
C.    Tanda Titik Koma (;)
1.      Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.
2.      Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara dalam kalimat majemuk.
D.    Tanda Dua Titik (:)
1.      a. Tanda titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau pemerian.
b. Tanda titk dua tidak dipakai jika rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan.
2.      Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
3.      Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.
4.      Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara bab dan ayat dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak judul suatu karangan, serta (iv) di antara nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.
E.     Tanda Hubung (-)
1.      Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian baris. suku kata yang berupa satu vokal tidak ditempatkan pada ujung baris atau pangkal baris.
2.      Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau akhiran dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris. Akhiran i tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada pangkal baris.
3.      Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.
4.      Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal.
5.      Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas (i) hubungan bagian-bagian kata atau ungkapan, dan (ii) penghilangan bagian kelompok kata.
6.      Tanda hubung dipakai untuk merangkai (i) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital, (ii) ke- dengan angka, (iii) angka dengan -an, (iv) singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan (v) nama jabatan rangkap.
7.      Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing.
F.     Tanda Pisah (―)
1.      Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat.
2.      Tanda pisah menegaskan adanya keterangan oposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas.
3.      Tanda pisah dipakai di antara dua dilangan atau tanggal dengan arti ‘sampai dengan’ atau ‘sampai ke’.
G.    Tanda Elipsis (…)
1.      Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus.
2.      Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam satu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan.
H.    Tanda Tanya (?)
1.      Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
2.      Tanda tanya dipakai dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat membuktikan kebenarannya.
I.       Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat.
J.      Tanda Kurung ((…))
1.      Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
2.      Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan.
3.      Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan.
4.      Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan.
K.    Tanda Kurung Siku ([…])
1.      Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di naskah asli.
2.      Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.
L.     Tanda Petik (“…”)
1.      Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lain.
2.      Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat.
3.      Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus.
4.      Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengahkiri petikan langsung.
5.      Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat.
M.   Tanda Petik Tunggal (‘…’)
1.      Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
2.      Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan asing. (Lihat pemakaian tanda kurung, Bab V, Pasal J.)
N.    Tanda Garis Miring (/)
1.      Tanda garis miring dipakai dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.
2.      Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap.
O.    Tanda Penyingkat atau Apostrof
Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.

Sumber: http://badanbahasa.kemdiknas.go.id/lamanbahasa/sites/default/files/pedoman_umum-ejaan_yang_disempurnakan.pdf

Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (Bag. IV)


IV. PENULISAN UNSUR SERAPAN
Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari pelbagai bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing, seperti Sansekerta, Arab, Portugis, Belanda, atau Inggris. Berdasarkan taraf integrasinya, unsur pinjaman dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua golongan besar. Pertama, unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti reshuffle, shuttle cock, l’axplanation de l’homme. Unsur-unsur yang dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya masih mengikuti cara asing. Kedua, unsur pinjaman yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar ejaannya hanya diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.
Kaidah ejaan yang berlaku bagi unsur serapan itu sebagai berikut.
aa (Belanda) menjadi a
ae tetap ae jika tidak bervariasi dengan e
ae, jika bervariasi dengan e, menjadi e
ai tetap ai
au tetap au
c di muka a, u, o dan konsonan mejadi k
c di muka e, i, oe, dan y menjadi s
cc di muka o, u dan konsonan menjadi k
cc di muka e dan i menjadi ks
cch dan ch di muka a, o dan konsonan menjadi k
ch yang lafalnya s atau sy menjadi s
ch yang lafalnya c menjadi c
ç (Sanskerta) menjadi s
e tetap e
ea tetap ea
ee (Belanda) menjadi e
ei tetap ei
eo tetap eo
eu tetap eu
f tetap f
gh menjadi g
gue menjadi ge
i pada awal suku kata di muka vokal tetap i
ie (Belanda) menjadi i jika lafalnya i
ie tetap ie jika lafalnya bukan i
kh (Arab) tetap kh
ng tetap ng
oe (oi Yunani) menjadi e
oo (Belanda) menjadi o
oo (Inggris) menjadi u
oo (vokal ganda) tetap oo
ou menjadi u jika lafalnya u
ph menjadi f
ps tetap ps
pt tetap pt
q menjadi k
rh menjadi r
sc di muka a, o, u, dan konsonan menjadi sk
sc di muka e, i, dan y menjadi s
sch di muka vokal menjadi sk
t di muka i menjadi s jika lafalnya s
th menjadi t
u tetap u
ua tetap ua
ue tetap ue
ui tetap ui
uo tetap uo
uu menjadi u
v tetap v
x pada awal kata tetap x
xc di muka e dan i menjadi ks
xc di muka a, o, u, dan konsonan menjadi ksk
y tetap y jika lafalnya y
y manjadi i jika lafalnya i
z tetap z
konsonan ganda menjadi tunggal, kecuali kalau dapat membingungkan.
-aat (Belanda) menjadi –at
-age menjadi –ase
-al, -eel (Belanda), -aal (Belanda) menjadi –al
-ant menjadi –an
-archy, -archie (Belanda) menjadi –arki
-ary, -air (Belanda) menjadi –er
-(a)tion, -(a)tie (Belanda) menjadi -asi, -as
-eel (Belanda) menjadi –el
-ein tetap –ein
-ic, -ics, ique, -iek, -ica (Belanda) menjadi -ik, -ika
-ic, -isch (adjektiva Belanda) menjadi –ik
-ical, isch (Belanda) menjadi –is
-ile, -iel menjadi –il
-ism, isme (Belanda) menjadi –isme
-ist menjadi –is
-ive, -ief (Belanda) menjadi –if
-logue menjadi –log
-logy, -logie (Belanda) menjadi –logi
-loog (Belanda) menjadi –log
-oid, -oide (Belanda) menjadi –oid
-oir(e) menjadi –oar
-or, -eur (Belanda) menjadi -ur, -ir
-or tetap –or
-ty, -teit (Belanda) menjadi –tas
-ure, -uur (Belanda) menjadi –ur

Sumber: http://badanbahasa.kemdiknas.go.id/lamanbahasa/sites/default/files/pedoman_umum-ejaan_yang_disempurnakan.pdf

Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (Bag. III)


III. PENULISAN KATA
A.    Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
B.     Kata Turunan
1.      Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
2.      Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.)
3.      Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.)
4.      Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai.
C.    Kata Ulang
Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.
D.    Gabungan Kata
1.      Gabungan kata yang lazim disebuta kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-unsurnya ditulis terpisah.
2.      Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian unsur yang bersangkutan.
3.      Gabungan kata berikut ditulis serangkai.
E.     Kata Ganti -ku-, kau-, -mu, dan –nya
Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; -ku-, -mu, dan -nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
F.     Kata Depan di, ke, dan dari
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada. (Lihat juga Bab III, Pasal D, Ayat 3.)
G.    Kata Si dan Sang
Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
H.    Partikel
1.      Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
2.      Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
3.      Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’ ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya.
I.       Singkatan dan Akronim
1.      Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih.
a.       Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat diikuti dengan tanda titik.
b.      Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumentasi resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
c.       Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik.
d.      Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik.
2.      Akronim kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik.
a.       Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf kapital.
b.      Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital.
c.       Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
J.      Angka dan Lambang
1.      Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.
Angka Arab          : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
Angka Romawi     : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C (100), D (500), M (1000), V (5.000), M (1.000.000)
Pemakaiannya diatur lebih lanjut dalam pasal-pasal yang berikut ini.
2.      Angka digunakan untuk menyatakan (i) ukuran panjagng, berat, luas, dan isi, (ii) satuan waktu, (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas.
3.      Angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada alamat.
4.      Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
5.      Penulisan lambang bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut.
a.       Bilangan utuh
Misalnya:
Dua belas                                12
Dua puluh dua                        22
Dua ratus dua puluh dua         222
b.      Bilangan pecahan
Misalnya:
Setengah                     ½
Tiga perempat             ¾
Seperenam belas          1/16
Tiga dua pertiga          3 2/3
Seperseratus                1/100
Satu persen                  1 %
Satu permil                  1‰
Satu dua persepuluh    1,2
6.      Penulisan lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara berikut.
Misalnya:
Paku Buwono X; pada awal abad XX; dalamkehidupan abad ke-20 ini; lihan Bab II; Pasal 5; dalam bab ke-2 buku itu; di daerah tingkat II itu; di tingkat kedua gedung itu; di tingkat ke-2 itu; kantor di tingkat II itu.
7.      Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran -an mengikuti cara yang berikut. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.)
Misalnya:
tahun ’50-an                atau tahun lima puluhan
uang 5000-an              atau uang lima ribuan
lima uang 1.000-an      atau lima uang seribuan
8.      Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf, kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian dan pemaparan.
9.      Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat.
10.  Angka yang menunjukkan bilangan utuh secara besar dapat dieja
11.  Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks, kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.
12.  Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat.

Sumber: http://badanbahasa.kemdiknas.go.id/lamanbahasa/sites/default/files/pedoman_umum-ejaan_yang_disempurnakan.pdf